Kehidupan
masa depan yang membentang sangat luasan tak dapat digambarkan sama sekali
kemana ujungnya. Seorang remaja kelahiran tanah Borneo, memiliki cara pandang
tersendiri mengenai kehidupan. Jauh dibelakang waktu yang dahulu, kisah lalunya
mampu membuatnya bertahan kokoh dijalan yang sedang ia jalani. Melanjutkan
semua perjalanan yang penuh harapan akan kehidupan yang penuh kebahagiaan.
Mengejar masa depan yang cemerlang, masa depan idaman semua orang.
Hingga
saat ini, kakinya terus melangkah. Tangannya seolah mengepakkan sayap untuk
bisa terbang melihat dunia yang lebih luas. Pandangannya selalu kedepan, meski
sesekali harus melihat kebelakang untuk mengambil pelajaran yang tersisa.
Langkah-langkah kaki ini adalah bukti dari ketekunan dan kesabarannya. Ia pun
harus pergi ke pulau seberang. Membawa beberapa misi dan tujuan. Melewati
sekumpulan manusia, bertemu dengan kawan lama yang terlahir juga sebagai
manusia. Ia pun menyapa kawan lamanya.
“
Assalamualaikum, bro. Lama sudah tak bertemu, bagaimana kabarmu ?”
“waalaikumussalam.Alhamdulillah,
aku baik-baik saja. Jadi bagaimana sekarang ?”
“
Ya begitulah, tampaknya aku harus berada beberapa waktu di kota ini untuk
sedikit memperdalam ilmu.”
“Kalau
begitu, mari pulang kerumahku dulu. Kita istirahat dulu disana.”
Sebuah
perjalanan yang cukup panjang. Mengantarkannya ke pulau seberang untuk
menyambung tali silaturahim dan menimba ilmu untuk memepersiapkan masa
depannya. Hilir mudik kendaraan kota dengan keindahan pemandangannya yang kata
kebanyakan orang mampu menghipnotis mata siapa saja yang memandang, kini ia pun
merasakannya. Ialah kota Jogjakarta.
Sepanjang
perjalanan, ia memandang para pedagang yang berjejeran disepanjang jalan
trotoar. Ada pula yang bertempat di kios-kios. Terlihat laris manis. Meskipun
tampak untungnya tak melimpah, namun tampak rona bahagia itu terpancar dari
setiap wajah orang-orang yang berjualan itu. Memang miris rasanya jika
kehidupan ini harus dipandang hanya untuk sebuah kata “uang”. Itu tergambar
dari berjejernya para pedagang bahwa mereka membutuhkan “uang”. Sampai ada yang
duduk mematung, menunggu pelanggan atau pembeli baru hingga larut malam.
Meskipun sejatinya mereka sangat menginginkan keuntungan yang melimpah ruah,
namun apakah itu mungkin bagi seorang pedagang kecil ?. Keinginan itupun mampu
tertutupi dengan rona wajah mereka yang terlihat senantiasa tersenyum.
Akhirnya,
ia pun tiba dirumah temannya itu. Setelah istirahat beberapa waktu, malamnya
pun mereka pergi keluar untuk menikmati suasana kota Jogja. Mereka pun memilih
sebuah warung angkringan untuk sejenak berbincang sebagai bentuk pelepas rindu
karena sudah lama tak bertemu.
“
Kita singgah di warung angkringan pak’de saja ya, minum wedang kopi dulu
disini.”
“
Yasudah, aku ngikut saja.”
Mereka
pun memesan beberapa minuman dan mengambil beberapa makanan/jajajan yang
tersedia. Tampak makanan dengan sajian sederhana menghiasi meja.
“Ambil
saja yang banyak, disini murah kok harganya. Tenang saja, gak bikin kantong
kering. Hehe.” Kata temannya.
“
Lhaa emangnya harga berapaan?.” Jawabnya.
“Paling
mahal juga dua ribu lima ratus, tuh sate kikil yang lumayan mahal. Yang lainnya
ada yang lima ratusan.”
Akhirnya
setelah mengambil beberapa makanan, mereka pun memilih duduk lesehan disebuah
tikar yang telah disediakan diatas trotoar.
“
Kalau ketemu ente, bro.. aku jadi teringat impian kita waktu jaman SMP dulu.
Impian kita yang mau buat pesawat itu loo.. kayak si wright
bersaudara.HAHAHAHAHA....”
“
Bahahahak.. iya juga yaaaa. Kok gak jadi-jadi pesawatnya. Lagian siapa suruh
kamu pindah ke jawa, kan jadinya kita jarang ketemu.”
“Lhaa
mau gimana lagi, aku ngrasa pendidikan disana jauh tertinggal daripada disini.
Makanya aku putuskan untuk pindah, lagian ada keluarga juga disini.”
“
Iyaa yaa, aku juga dulunya pengen tuh SMA dipulau jawa, di kampung Bapak ku.
Cuma waktu itu gak dapat restu dari Ibu, katanya jangan sekolah jauh-jauh.
Takut rindu kali.”
“
Wah sayang sekali bro, padahal disini etos pelajarnya untuk menimba ilmu sangat
besar sekali. Pastiya lebih menantang, apalagi ente kan pintar tuh.”
“
Ahh.. kamu bisa saja.”
Memang
salah satu impiannya adalah bisa menikmati dunia pendidikan di pulau Jawa.
Menurutnya pendidikan disana lebih baik, lebih seru, dan lebih menjanjikan masa
depan yang cemerlang. Disana juga ia bisa mendapatkan pengalaman baru,
kawan-kawan baru, sehingga padangannya akan kehidupan bisa menjadi lebih luas.
Namun kehidupan berbicara lain, hingga saat dibangku perkuliahan pun ia belum
bisa menikmati pendidikan di pulau Jawa.
Setelah
berbicara sambil bernostalgia tentang mimpi-mimpi mereka dahulu, akhirnya
mereka pun memilih untuk pergi ke tempat lain. Tujuan mereka kali ini adalah
taman kota. Tampak riuh sekali disana. Tak hanya wisatawan, pedangan, atau
hanya orang-orang yang sekedar lewat , disana juga ada beberapa komunitas yang
sedang berkumpul. Memainkan keahlian komunitas mereka masing-masing. Ada yang
bermain musik, skateboard, sepeda onthel, maupun yang lainnya. Mereka pun
sangat menikmati suasan taman kota malam itu.
“
Bro, coba ente lihat disini orangnya pada ramah-ramah kan. Mereka mau untuk
saling membaur satu sama lain. Berbagai profesi, golongan, suku semua menjadi
satu.”
“
Iyaa yaa bro. Sama seperti di kampung halaman kita di tanah borneo sana.
Walaupun disini lebih terasa, rasa kekeluargaan dan persaudaraannya antar
sesama bangsa Indonesia.”
Menurutnya,
kehidupan bermasyarakat di pulau Jawa ini lebih terasa akrab dan ramah sekali.
Meskipun terbilang baru beberapa waktu ia disana, namun ia sudah bisa merasakan
rasa kekeluargaan itu. Semua golongan mau untuk berbaur menjadi satu. Berkumpul
dan bercerita tentang kisah mereka masing-masing, agar satu sama lain bisa
mengambil pelajaran darinya.
Tak
disangka, mereka bertemu salah seorang guru temannya. Guru ini sangat terkenal
sekali dengan kecerdasannya akan ilmu Fisika. Guru ini memiliki pandangan
tentang kehidupan yang luas, walaupun usianya masih terbilang muda. Ia pun
berkenalan dengan guru kawannya itu, Mas Efbe namanya.
Mereka
pun akhirnya memilih salah satu warung lesehan untuk mengobrol tentang
kehidupan, impian dan masa depan. Merekapun silih berganti bercerita dan saling
menanggapi. Saling memberi masukan dan memiliki catatan tersendiri akan
pelajaran yang dapat mereka ambil dari cerita masing-masing.
Akhirnya
dari sekian banyak cerita yang mereka kemukakan, Mas Efbe pun memberikan suatu
kesimpulan. Kesimpulan yang sangat mereka setujui satu sama lain. Mas Efbe
berkata,
“Hidup ini terlalu singkat untuk hanya sekedar menjadi
manusia yang biasa-biasa. Jadilah Luar biasa, berproseslah, dah bermanfaatlah.
Karena hidup itu baru akan terasa maknanya hanya dengan bertaqwa dan
bermanfaat.”
Akhirnya
mereka pun pulang, dengan keadaan taman Kota sudah cukup sepi malam itu. Namun
tidak dengan semangat mereka untuk mewujudkan impian yang semakin berkobar dan
siap untuk diwujudkan.
Pontianak,
15 Maret 2017
No comments:
Post a Comment