Thursday, March 16, 2017

Pandangan Hidup Remaja




Kehidupan masa depan yang membentang sangat luasan tak dapat digambarkan sama sekali kemana ujungnya. Seorang remaja kelahiran tanah Borneo, memiliki cara pandang tersendiri mengenai kehidupan. Jauh dibelakang waktu yang dahulu, kisah lalunya mampu membuatnya bertahan kokoh dijalan yang sedang ia jalani. Melanjutkan semua perjalanan yang penuh harapan akan kehidupan yang penuh kebahagiaan. Mengejar masa depan yang cemerlang, masa depan idaman semua orang.

Hingga saat ini, kakinya terus melangkah. Tangannya seolah mengepakkan sayap untuk bisa terbang melihat dunia yang lebih luas. Pandangannya selalu kedepan, meski sesekali harus melihat kebelakang untuk mengambil pelajaran yang tersisa. Langkah-langkah kaki ini adalah bukti dari ketekunan dan kesabarannya. Ia pun harus pergi ke pulau seberang. Membawa beberapa misi dan tujuan. Melewati sekumpulan manusia, bertemu dengan kawan lama yang terlahir juga sebagai manusia. Ia pun menyapa kawan lamanya.

“ Assalamualaikum, bro. Lama sudah tak bertemu, bagaimana kabarmu ?”

“waalaikumussalam.Alhamdulillah, aku baik-baik saja. Jadi bagaimana sekarang ?”

“ Ya begitulah, tampaknya aku harus berada beberapa waktu di kota ini untuk sedikit memperdalam ilmu.”

“Kalau begitu, mari pulang kerumahku dulu. Kita istirahat dulu disana.”

Sebuah perjalanan yang cukup panjang. Mengantarkannya ke pulau seberang untuk menyambung tali silaturahim dan menimba ilmu untuk memepersiapkan masa depannya. Hilir mudik kendaraan kota dengan keindahan pemandangannya yang kata kebanyakan orang mampu menghipnotis mata siapa saja yang memandang, kini ia pun merasakannya. Ialah kota Jogjakarta. 

Sepanjang perjalanan, ia memandang para pedagang yang berjejeran disepanjang jalan trotoar. Ada pula yang bertempat di kios-kios. Terlihat laris manis. Meskipun tampak untungnya tak melimpah, namun tampak rona bahagia itu terpancar dari setiap wajah orang-orang yang berjualan itu. Memang miris rasanya jika kehidupan ini harus dipandang hanya untuk sebuah kata “uang”. Itu tergambar dari berjejernya para pedagang bahwa mereka membutuhkan “uang”. Sampai ada yang duduk mematung, menunggu pelanggan atau pembeli baru hingga larut malam. Meskipun sejatinya mereka sangat menginginkan keuntungan yang melimpah ruah, namun apakah itu mungkin bagi seorang pedagang kecil ?. Keinginan itupun mampu tertutupi dengan rona wajah mereka yang terlihat senantiasa tersenyum.

Akhirnya, ia pun tiba dirumah temannya itu. Setelah istirahat beberapa waktu, malamnya pun mereka pergi keluar untuk menikmati suasana kota Jogja. Mereka pun memilih sebuah warung angkringan untuk sejenak berbincang sebagai bentuk pelepas rindu karena sudah lama tak bertemu.
 
“ Kita singgah di warung angkringan pak’de saja ya, minum wedang kopi dulu disini.”

“ Yasudah, aku ngikut saja.”

Mereka pun memesan beberapa minuman dan mengambil beberapa makanan/jajajan yang tersedia. Tampak makanan dengan sajian sederhana menghiasi meja. 

“Ambil saja yang banyak, disini murah kok harganya. Tenang saja, gak bikin kantong kering. Hehe.” Kata temannya.

“ Lhaa emangnya harga berapaan?.” Jawabnya.

“Paling mahal juga dua ribu lima ratus, tuh sate kikil yang lumayan mahal. Yang lainnya ada yang lima ratusan.”

Akhirnya setelah mengambil beberapa makanan, mereka pun memilih duduk lesehan disebuah tikar yang telah disediakan diatas trotoar. 

“ Kalau ketemu ente, bro.. aku jadi teringat impian kita waktu jaman SMP dulu. Impian kita yang mau buat pesawat itu loo.. kayak si wright bersaudara.HAHAHAHAHA....”

“ Bahahahak.. iya juga yaaaa. Kok gak jadi-jadi pesawatnya. Lagian siapa suruh kamu pindah ke jawa, kan jadinya kita jarang ketemu.”

“Lhaa mau gimana lagi, aku ngrasa pendidikan disana jauh tertinggal daripada disini. Makanya aku putuskan untuk pindah, lagian ada keluarga juga disini.”

“ Iyaa yaa, aku juga dulunya pengen tuh SMA dipulau jawa, di kampung Bapak ku. Cuma waktu itu gak dapat restu dari Ibu, katanya jangan sekolah jauh-jauh. Takut rindu kali.”

“ Wah sayang sekali bro, padahal disini etos pelajarnya untuk menimba ilmu sangat besar sekali. Pastiya lebih menantang, apalagi ente kan pintar tuh.”

“ Ahh.. kamu bisa saja.”

Memang salah satu impiannya adalah bisa menikmati dunia pendidikan di pulau Jawa. Menurutnya pendidikan disana lebih baik, lebih seru, dan lebih menjanjikan masa depan yang cemerlang. Disana juga ia bisa mendapatkan pengalaman baru, kawan-kawan baru, sehingga padangannya akan kehidupan bisa menjadi lebih luas. Namun kehidupan berbicara lain, hingga saat dibangku perkuliahan pun ia belum bisa menikmati pendidikan di pulau Jawa. 

Setelah berbicara sambil bernostalgia tentang mimpi-mimpi mereka dahulu, akhirnya mereka pun memilih untuk pergi ke tempat lain. Tujuan mereka kali ini adalah taman kota. Tampak riuh sekali disana. Tak hanya wisatawan, pedangan, atau hanya orang-orang yang sekedar lewat , disana juga ada beberapa komunitas yang sedang berkumpul. Memainkan keahlian komunitas mereka masing-masing. Ada yang bermain musik, skateboard, sepeda onthel, maupun yang lainnya. Mereka pun sangat menikmati suasan taman kota malam itu.

“ Bro, coba ente lihat disini orangnya pada ramah-ramah kan. Mereka mau untuk saling membaur satu sama lain. Berbagai profesi, golongan, suku semua menjadi satu.”

“ Iyaa yaa bro. Sama seperti di kampung halaman kita di tanah borneo sana. Walaupun disini lebih terasa, rasa kekeluargaan dan persaudaraannya antar sesama bangsa Indonesia.”

Menurutnya, kehidupan bermasyarakat di pulau Jawa ini lebih terasa akrab dan ramah sekali. Meskipun terbilang baru beberapa waktu ia disana, namun ia sudah bisa merasakan rasa kekeluargaan itu. Semua golongan mau untuk berbaur menjadi satu. Berkumpul dan bercerita tentang kisah mereka masing-masing, agar satu sama lain bisa mengambil pelajaran darinya. 

Tak disangka, mereka bertemu salah seorang guru temannya. Guru ini sangat terkenal sekali dengan kecerdasannya akan ilmu Fisika. Guru ini memiliki pandangan tentang kehidupan yang luas, walaupun usianya masih terbilang muda. Ia pun berkenalan dengan guru kawannya itu, Mas Efbe namanya.  

Mereka pun akhirnya memilih salah satu warung lesehan untuk mengobrol tentang kehidupan, impian dan masa depan. Merekapun silih berganti bercerita dan saling menanggapi. Saling memberi masukan dan memiliki catatan tersendiri akan pelajaran yang dapat mereka ambil dari cerita masing-masing.
Akhirnya dari sekian banyak cerita yang mereka kemukakan, Mas Efbe pun memberikan suatu kesimpulan. Kesimpulan yang sangat mereka setujui satu sama lain. Mas Efbe berkata, 

Hidup ini terlalu singkat untuk hanya sekedar menjadi manusia yang biasa-biasa. Jadilah Luar biasa, berproseslah, dah bermanfaatlah. Karena hidup itu baru akan terasa maknanya hanya dengan bertaqwa dan bermanfaat.”

Akhirnya mereka pun pulang, dengan keadaan taman Kota sudah cukup sepi malam itu. Namun tidak dengan semangat mereka untuk mewujudkan impian yang semakin berkobar dan siap untuk diwujudkan.

Pontianak, 15 Maret 2017