Tidak Setengah
Seringkali kita bermain kata-kata untuk membenarkan apa yang
sebenarnya tidak benar. Untuk mendukung apa yang sebenarnya tidak mampu
kita capai. Seperti aku sendiri pun begitu.
Seringkali aku mengatakan dalam satu pekerjaan, “belum optimal”.
Mengapa tidak dikatakan “TIDAK optimal”, sebab kenyataannya memang tidak
optimal. Dalam satu tugas aku mengatakan belum bisa, mengapa tidak
dikatakan kalau memang “tidak bisa”. Karena kenyataannya memang tidak
bisa.
Belum dan tidak yang aku ceritakan disini tidak
berkaitan dengan proses kedepan yang belum sampai batas, tapi proses
yang sedang terjadi dan sudah sampai batasnya.
Uang satu juta jika kurang 1 rupiah, mengapa dikatakan satu juta
kurang 1 rupiah? Padahal kenyataannya tidaklah satu juta. Seperti orang
yang terjebak macet dijalan, mengatakan alasannya terlambat karena
terjebak, seolah-olah macet menjadi subjek yang disalahkan, mengapa
tidak menyalahkan diri sendiri yang tidak mampu mengantisipasi macet?
Mengapa kita seringkali menggunakan kata-kata yang setengah-setengah,
enggan mengakui kesalahan kita sendiri. Mencari kata terhalus untuk
mengurangi kesalahan-kesalahan.
Katakanlah kepada dosen pembimbing jika kamu memang tidak rajin
mengerjakan revisi, bukan “belum rajin”. Ketika dealine revisi telah ada
dan kamu mengatakan “belum beres”, mengapa tidak dikatakan “tidak
beres” dengan jujur, karena kenyataannya memang tidak beres ?
Jadikanlah setiap kata kita yang menjadi tindakan menjadi kata jelas,
hitam adalah hitam - putih adalah putih. Buatlah setiap tindakan kita
menjadi jelas, tidak setengah-setengah. Gelas yang diisi sepertiga air
tentu bukan segelas air. Katakanlah dengan jujur, bahwa memang tidak
segelas air.
Terlalu banyak orang yang menggunakan kata-kata demi memperhalus kesalahannya-ketidakmampuannya.
Rumah, 18 Agustus 2013
( Via : MASGUN)
No comments:
Post a Comment