Saturday, August 17, 2013

Cinta Remaja

Aku tidak habis pikir, bagaimana cara berpikirku dulu ketika SMA atau lebih mundur lagi, SMP. Bagaimana mungkin seusia itu aku menyukai seseorang kemudian berpikir untuk menyatakannya dan mengandaikan akan menjadi sepasang sampai kakek-nenek?

Ataupun ketika SMA aku menyukai seorang gadis berharap gadis itu akan menemaniku meraih mimpi-cita-cita. Adalah hal yang aku rasa saat ini begitu menggelikan. Betapa tidak, aku mendapati adik-adik SMA sedang dilanda asmara, menganggap hubungannya dengan kekasihnya itu adalah kesucian (?) dan akan sampai menikah?

Ini sejenis omong kosong paling besar, betapa anak seusia mereka belum mengerti bahwa apa yang mereka rasakan adalah sesuatu yang alami namun tidak perlu untuk dilampiaskan dengan cara yang seperti itu.

Hubungan yang didukung pula oleh rekan-rekannya mendoakan sampai langgeng kakek-nenek, agak gila juga ya kalo pacaran sampe kakek nenek, gak asik. Sebuah doa yang menurutku aneh pula karena mendoakan temannya tetap dalam kesalahan dan dosa. Harusnya kan didoakan biar cepet putus, biar terhindar dari dosa.

Aku pernah melewati masa itu, masa dimana aku merasa bahwa hubungan di usia seperti itu sudah serius, serius bercanda iya. Heran mendapati orang yang bisa bertahun-tahun, kata temanku saat ini itu kalau membina rumah tangga udah punya anak, punya rumah, bisa udah punya mobil, udah mapan lah sebagai keluarga yang baik.

Aku tidak habis pikir pula bagaimana media telah menjadikan cinta sebagai komoditas perdagangan, cinta telah menjadi objek jual beli. Lihatlah para laki-laki yang rela mengeluarkan uang demi cinta, membelikan coklat atau bunga, atau mengajak makan sang kekasih. Cinta dijadikan alasan untuk menjual barang dagangan, dan laku kok.

Bagaimana media berupa majalah remaja memfasilitasi hubungan tidak benar ini dengan segala macam pandangan baik, jurus-jurus penakluk, sampai pada aksesori-aksesori yang layak dibeli. Tempat makan rekomendasi, kado rekomendasi, dll.

"Hahahaaa…", aku telah melewati masa di usia itu dan menertawakan masa laluku sendiri, betapa dulu menyukai seseorang dan mendambakannya menjadi pendamping sampai mati, betapa aku belum benar-benar melihat dunia secara luas. Bahwa apa yang aku rasakan adalah sesuatu yang tidak melulu harus diwujudkan saat itu juga.

Aku merasakan saat ini bahwa perkara ini menjadi semakin jelas, urusan ini telah jelas dan mengajarkan aku banyak hal seandainya mendapati anak-anak usia remaja smp-sma sedang dilanda asmara yang bisa jadi itu hanyalah perasaan biasa saja yang terlalu dilebih-lebihkan.
Seandainya mereka tahu dan menyadari bahwa usia mereka masih belasan tahun, bahwa kehidupan di depan masih panjang dan banyak hal yang menarik, lebih menarik daripada sekedar hubungan tidak jelas akhirnya, lebih jelas kelihatan kalau bakal putus. Tentu hal-hal seremeh itu tidak seharusnya mengalihkan dunianya.

Teman baikku pada akhirnya menasihati pada suatu hari melalui pesan pendek, "pacaran itu katanya orang-orang tujuannya buat nikah, padahal dalam agama kita nikah adalah hal yang dijadikan permulaan untuk mencapai tujuan surga. Nikah haruslah dijadikan sebagai permulaan, bukan tujuan akhir"

Cukup menyentilku hingga saat ini, dimana banyak orang yang merasa dibenarkan atau lebih tepatnya membenarkan diri untuk melakukannya dengan tujuan nikah, yap bagi saya pribadi nikah bukanlah tujuan, dia adalah permulaan yang akan aku dan seseorang mulai bersama untuk mencapai tujuan kami, surga.

Hal ini sebenarnya tidak hanya terjadi di masa SMP-SMA saja, bahkan banyak dari seusia kita yang masih mengalaminya kan saat ini?

Semoga tulisan ini banyak menyindir dan mengusik pikiran.
Rumah, 17 Agustus 2013

Perasaan tidak melulu harus dituruti, periksalah, apakah dia bisikan illahi atau hawa nafsu semata :)
(Via : MASGUN )

No comments:

Post a Comment